http://panginyongan.blogspot.com/2008/05/pementasan-calung-padepokan-seni-banyu.html
CALUNG BANYUMAS
1. Asal usul Musik Calung Banyumas
Musik bongkel yang selama ini disebut-sebut sebagai cikal-bakal Angklung
dan Calung Banyumas. Anggapan ini cukup beralasan, sebab antara keduanya
sebagian besar mengacu pada bongkel. Hal ini terlihat jelas pada
bentuk fisik instrumen, bahan baku, proses pembuatan, sistem pelarasan,
struktur komposisi, dan teknik permainan dari
beberapa instrumen.
Bongkel adalah salah satu bentuk musik rakyat yang terdapat di desa
Gerduren, Banyumas (Jawa Tengah). Musik ini didukung oleh sebuah instrumen perkusi sejenis Angklung Bambu berlaras slendro.
Dalam satu bingkai terdapat empat tabung nada berbeda. Cara memainkannya
dengan cara digoyang dan digetarkan menggunakan kedua tangan, serta
diikuti tutupan
jari-jari tertentu untuk menentukan nada. Karakteristik permainan bongkel
terletak pada jalinan ritmis antara keempat tabung nada. Dalam
perkembangannya bentuk jalinan-jalinan ini mengilhami lahirnya alat
musik tradisional yang sejenis yaitu Angklung, Krumpyung dan Calung.
Bongkel pada awalnya berfungsi sebagai musik hiburan petani ketika berada
di ladang. Namun, dalam perkembangannya kini fungsi musik tersebut
bergeser menjadi musik jalanan (ngamen) dan musik ronda (jaga malam).
Secara musikal, bongkel memiliki teknik permainan tinggi, unik, khas,
dan tidak ada duanya baik di Banyumas, maupun di daerah Indonesia.
Berdasarkan analisis fisik, musikalitas, dan fungsi dapat diketahui
bahwa bongkel termasuk musik bambu tertua di Banyumas. Setelah melalui
proses perjalanan panjang, genre musik ini diduga mendapat pengaruh
gamelan kemagan dan ringgeng yakni perangkat gamelan kecil yang biasa
digunakan untuk mengiringi Lengger dan Ebeg.
Dari bongkel berkembanglah menjadi Buncis, kemudian dari buncis berkembang menjadi Krumpyung, dan dari krumpyung menjadi Calung.
Calung merupakan musik tradisional dengan perangkat mirip gamelan yang
terbuat dari bambu wulung. Musik calung hidup di komunitas masyarakat
pedesaan di wilayah sebaran budaya Banyumas. Menurut masyarakat
setempat, kata “calung” merupakan jarwo dhosok (dua kata yang digabung
menjadi kata bentukan baru) yang berarti carang pring wulung (pucuk
bambu wulung) atau dicacah melung-melung (dipukul bersuara nyaring).
Spesifikasi musik calung adalah bentuk musik minimal, yaitu dengan
perangkat yang sederhana (minimal) namun mampu menghasilkan aransemen
musikal yang lengkap.
Perangkat musik calung terdiri atas gambang barung, gambang penerus,
dhendhem, kenong, gong dan kendhang. Perangkat musik ini berlaras
slendro dengan nada-nada 1 (ji), 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma) dan 6 (nem).
Hingga sekarang calung masih berkembang di hampir seluruh wilayah budaya
Banyumas.
2. Fungsi dan Peran
Calung merupakan seperangkat alat musik tradisional yang terdapat di
dalam suatu budaya masyarakat Banyumas yang lebih disebut dengan nama
Gamelan Calung. Calung ini mempunyai sistem pelarasan yang relatif sama
dengan pelarasan gamelan yang ada di wilayah Indonesia seperti
Yogyakarta, Surakarta, dan Sunda. Alat musik ini terbuat dari potongan
bambu yang diletakkan secara melintang dan dimainkan dengan cara
dipukul.
Calung biasa difungsikan sebagai alat musik dalam seni pertunjukkan
seperti Lengger (seni tari) dan Ebeg (kuda lumping khas Banyumas).
Pada era tahun 1970-an kehidupan calung sangat popular. Disamping
berperan penting dalam kehidupan seni pertunjukan masyarakat Banyumas,
Calung juga memiliki satu bentuk spirit musikal yang sangat kuat
sebagai daya ungkap seniman Banyumas.
Kesenian Lengger Calung ini pun semakin berkembang dan mampu menempatkan
posisinya sebagai seni pertunjukkan terdepan dari sederetan jenis
pertunjukkan seni lainnya yang terdapat di Banyumas.
Hal ini didukung dengan difungsikannya kesenian Lengger Calung sebagai
kebutuhan sosial seperti acara hajat pernikahan, khitanan, tindik, dan
keperluan ritual lainnya seperti syukuran (nadhar), sedekah bumi, dan
sedekah laut.
3. Perkembangan Kesenian Calung
Seiring dengan perkembangan zaman, sikap dan selera masyarakat yang
selalu berubah, maka sifat kesenian Calung ini tidak bisa mengelak dari
kondisi tersebut. Perubahan kesenian Calung tampak sebagai gejala adanya
faktor zaman yaitu bentuk dan penggarapannya.
Perubahan penggarapan yang terjadi pada sajian gendhing-gendhing
Banyumasan gamelan Calung telah tergeser oleh arus perkembangan zaman
yang berorientasi pada selera pasar. Peristiwa tersebut menuntut adanya
perubahan-perubahan penggarapan secara musikal maupun bentuk sajiannya.
Semenjak awal tahun 1990-an, terlihat bahwa pertunjukkan Lengger tidak
lagi didominasi oleh sajian gendhing-gendhing Banyumasan dengan Gamelan
Calung melainkan lebih mengedepankan lagu-lagu pop (dangdut).
Masuknya alat musik seperti gitar, keybord, seruling, drum, dan kendang
dangdut ke dalam Lengger Calung merupakan awal bergesernya eksistensi
musik Calung dan merosotnya kualitas penggarapan musiknya. Calung pun
sudah tidak dianggap lagi sebagai medium ungkap yang cerdas melainkan
telah diperlakukan sebagai barang mati yang tidak berarti apa-apa.
4. Isi Kandungan Musik Calung
Didalam musik Calung terkandung nilai-nilai kehidupan masyarakat Banyumas diantaranya :
- Semua yang terjadi didalam
sajian musik calung merupakan semacam luapan emosi dari alam pikir
dan alam rasa masyarakat Banyumas yang tidak dapat diungkapkan di
dalam pergaulan sosial.
- Didalam sajian calung juga tertuang
sikap-sikap kritis masyarakat Banyumas tentang falsafah hidup,
tentang penderitaan, alam lingkungan, tentang kebahagiaan dan atau
tentang segala sesuatu yang bersifat utopia.
- Banyak gendhing yang disajikan pada
pertunjukan calung yang menggambarkan negeri impian, kebahagiaan
ideal atau perasaan kesejatian yang hanya dapat diperoleh didalam
impian. Sebagai contoh gendhing Gunungsari dan Eling-eling. Kata
‘gunungsari’ berasal dari kata ‘gunung’ dan ‘sari’ (bunga) yang berarti
kebahagiaan puncak setinggi gunung.
- Sajian calung juga menuangkan ajaran dan atau
ajakan untuk berbuat kebaikan, pernyataan sikap, larangan terhadap
perbuatan menyimpang, kritik, sindiran atau bahkan sarkasme
terhadap kejadian-kejadian umum sehari-hari di lingkungan pergaulan
sosial. Kritik, sindiran atau sarkasme ini umumnya dilakukan
melalui teks-teks syair (cakepan) yang diucapkan oleh sindhen atau
senggak. Teks syair itu umumnya berbentuk parikan atau wangsalan yang
disajikan dengan alur lagu tertentu sesuai dengan sajian gendhing
yang sedang berlangsung.
- Melalui aktivitas musik calung, masyarakat
Banyumas malakukan penuangan nilai-nilai ideal tentang hidup,
sekalipun hal itu tidak selamanya berlangsung dalam realita
kehidupan sosial. Penuangan nilai-nilai ideal itu dilakukan melalui
proses pembayangan dan penjadian bentuk.
SUMBER PUSTAKA
http://panginyongan.blogspot.com/2008/12/seri-kesenian-lokal-banyumas-calung.html
http://punklung.wordpress.com/
http://groups.yahoo.com/group/banyumas/message/55264
http://www.google.com